Kampung Ngadiwinatan: Warisan Kraton, Kreativitas Warga, dan Ketangguhan Lingkungan
DESKRIPSI KAMPUNG NGADIWINATAN
Luas Wilayah : 14.4Ha
Terdiri dari: 19 RT: RT 51-70 dan 3 RW: RW 11-13
Batas Wilayah:
Sebelah Selatan: Kelurahan Notoprajan
Sebelah Barat: Kampung Purwodiningratan
Di balik hiruk-pikuk pusat kota Yogyakarta, berdiri sebuah kampung yang tidak hanya sarat sejarah, tapi juga kaya inisiatif warganya: Kampung Ngadiwinatan. Kampung ini berada di wilayah Kelurahan Ngampilan, Kemantren Ngampilan, dan memiliki akar yang kuat dalam struktur kebudayaan Kraton Yogyakarta.
Asal-Usul Nama: Jejak GBPH Hadiwinata
Kampung ini mengambil nama dari Ndalem Ngadiwinatan, yang dulu merupakan kediaman Gusti Bendara Pangeran Harya (GBPH) Hadiwinata, putra ke-64 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII. GBPH Hadiwinata dikenal sebagai seorang guru dan ahli sastra Jawa, dan rumah tinggalnya menjadi pusat pendidikan dan diskusi kesusastraan pada zamannya.
Kompleks ndalem ini kemudian berkembang menjadi pemukiman warga. Kini, bangunan utama Ndalem Ngadiwinatan telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya dan difungsikan sebagai Kantor Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) DIY.
Tradisi yang Dihidupkan Kembali
Meski berbasis sejarah, Ngadiwinatan bukan kampung yang diam dalam nostalgia. Warga justru aktif merawat dan melanjutkan tradisi leluhur. Salah satu contohnya adalah lahirnya Paguyuban Jemparingan Adiwinoto, komunitas panahan tradisional gaya Mataraman.
Panahan ini bukan sekadar olahraga, melainkan pelatihan karakter berbasis filosofi ksatria: konsentrasi, semangat, percaya diri, dan tanggung jawab. Latihan rutin digelar tiap akhir pekan dan lomba diadakan setiap selapan (35 hari), menjadikannya bagian dari kalender budaya warga.
Kreativitas Perempuan Lewat Batik KampuNG
Sejak 2018, sembilan perempuan kampung merintis usaha kolektif batik yang diberi nama Batik KampuNG. Mereka memproduksi batik jumputan, ecoprint, dan batik tulis khas Ngadiwinatan. Produk ini tidak hanya dijual di Yogyakarta, tapi juga tampil dalam pameran di luar kota. Kegiatan ini memberdayakan ekonomi rumah tangga sekaligus melestarikan budaya membatik.
Menjaga Lingkungan, Menolak Asal Bangun
Ngadiwinatan juga dikenal sebagai kampung yang kritis terhadap pembangunan yang tidak berpihak pada warga. Beberapa tahun lalu, warga secara kolektif menolak pembangunan hotel yang dinilai mengganggu sistem air tanah dan kenyamanan ruang tinggal mereka.
Mereka juga aktif dalam program Kampung Tangguh Bencana (KATANA), dengan membangun sistem hidran kampung dan melakukan pelatihan kebencanaan. Ini menjadi bukti bahwa warganya sadar risiko, sekaligus siap menghadapi masa depan dengan tangguh dan bijak.
"Ngadiwinatan bukan sekadar kampung bekas ndalem bangsawan. Ia adalah ruang hidup yang terus bergerak—menjaga tradisi, mengembangkan ekonomi kreatif, dan membangun ketangguhan bersama."
Di era modern ini, Kampung Ngadiwinatan menunjukkan bahwa warisan sejarah tidak harus menjadi beban masa lalu. Justru sebaliknya, ia menjadi modal sosial yang menginspirasi inovasi dan memperkuat ikatan warga.
Jika kamu tertarik menelusuri lorong-lorong Jogja yang penuh cerita, Kampung Ngadiwinatan wajib masuk daftar kunjunganmu.
BRANDING KAMPUNG: UMKM, KERAJINAN, SHIBORI DAN KULINER

Posting Komentar untuk "Profil Kampung Ngadiwinatan"