Profil Kampung Pathuk

Kampung Pathuk: Dari Tikungan Jalan ke Pusat Legendaris Bakpia Yogyakarta

DESKRIPSI KAMPUNG PATHUK

Luas Wilayah : 12.2Ha

Terdiri dari: 18 RT: RT 20-38 dan 4 RW: RW 4-7

Batas Wilayah:

            Sebelah Utara: Kelurahan Sosromenduran
            Sebelah Timur: Kelurahan Ngupasan
            Sebelah Selatan: Kampung Purwodiningratan dan Ngadiwinatan
            Sebelah Barat: Kampung Ngampilan

Terletak di kawasan Kelurahan Ngampilan, Kampung Pathuk adalah salah satu ikon kuliner dan sejarah urban di Yogyakarta. Meski luas wilayahnya hanya sekitar 12 hektar, kampung ini menyimpan jejak sejarah yang erat dengan budaya Tionghoa-Jawa dan semangat kewirausahaan warga kota.


Asal-usul Nama dan Letak

Nama “Pathuk” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “pojok” atau “tikungan”, sesuai dengan lokasi kampung ini yang berada di pertemuan beberapa jalan penting, seperti Jalan KS Tubun, di sisi barat kawasan Malioboro. Kampung ini berada dalam wilayah RW 4–7 Kelurahan Ngampilan, menjadikannya pusat mobilitas warga dan wisatawan sejak lama.


Lahirnya Bakpia Pathuk

Sejarah bakpia di kampung ini dimulai sekitar tahun 1948, ketika komunitas keturunan Tionghoa memperkenalkan penganan isi daging khas mereka. Namun karena mayoritas masyarakat Muslim, isian tersebut kemudian disesuaikan menjadi kacang hijau, menjadikan bakpia sebagai jajanan halal yang bisa diterima luas.

Pada dekade 1980-an, warga mulai memproduksi bakpia secara rumahan. Muncullah produsen seperti:

  • Bakpia Pathuk 25

  • Bakpia Pathuk 75

  • Dan berbagai varian lainnya

Nama-nama tersebut berasal dari nomor rumah masing-masing produsen, bukan dari merek resmi—dan inilah yang kemudian menjadi ciri khas "Bakpia Pathuk".


Ekonomi Komunitas & Budaya Lokal

Hampir seluruh warga terlibat dalam proses produksi: mulai dari membuat adonan, mengisi, memanggang, mengemas, hingga menjual. Aktivitas ini menjadikan kampung ini sebagai sentra UMKM kuliner yang hidup dan mandiri.

Beberapa rumah produksi bahkan menyediakan konsep open kitchen, di mana pengunjung bisa menyaksikan langsung proses pembuatan bakpia. Ini memperkuat citra Kampung Pathuk sebagai destinasi wisata edukatif berbasis budaya lokal.


Masjid Nurul Hidayah: Simbol Spiritual di Tengah Kuliner

Sejak 1958 berdiri Langgar Mbah Hanad yang berkembang menjadi Masjid Nurul Hidayah pada 1978. Pada tahun 2023, masjid ini direnovasi menjadi dua lantai untuk mengakomodasi kebutuhan warga dan wisatawan. Proses ini dilakukan secara gotong royong, mencerminkan semangat kolektif warga Pathuk.


Kampung Tangguh Bencana

Selain terkenal karena kulinernya, Kampung Pathuk juga termasuk Kampung Tangguh Bencana sejak 2015. Warga aktif mengikuti pelatihan dan simulasi mitigasi kebakaran, angin kencang, hingga evakuasi darurat. Hal ini menunjukkan bahwa kampung ini tak hanya lezat untuk dinikmati, tapi juga tangguh dalam kesiapsiagaan.


“Kampung Pathuk bukan hanya pusat bakpia, tapi juga pusat ketangguhan, kebersamaan, dan pelestarian warisan budaya.”

Dari lorong kecil di pojok kota Yogyakarta, Kampung Pathuk tumbuh menjadi kampung legendaris yang menginspirasi: menyatukan cita rasa, sejarah, dan semangat warga dalam tiap gigitan bakpia.

BRANDING KAMPUNG: BAKPIA DAN KULINER

Posting Komentar untuk "Profil Kampung Pathuk"